RSS

Hari Ke 18 & 19 : Amsterdam – Abu Dhabi – Singapura – Surabaya (Mustafa Centre)

10 Sep

Oleh : Vicky Kurniawan

Penerbangan dari Amsterdam ke Abu Dhabi kurang lebih memakan waktu 6 jam. Untung saja dalam perjalanan pulang ini kita full terbang dengan Etihad dan tidak dialihkan ke KLM. Dengan adanya perbedaan waktu, kami sampai di Abu Dhabi International Airport sekitar pukul setengah tujuh pagi. Waktu transitnya juga tidak terlalu lama karena sekitar jam setengah sebelas siang kami sudah terbang lagi menuju Singapura. Penerbangan kali ini durasinya agak panjang yaitu sekitar 8,5 jam dan tetap terasa nyaman karena pelayanan Etihad yang bagus. Akhirnya tepat jam setengah sebelas malam, kami mendarat dengan selamat di Changi Airport. Kita menginap semalam lagi di Changi karena pesawat menuju Surabaya baru akan berangkat besok siang.

Henderson Waves Bridge (Photo by : tnp.sg)

Sebenarnya udah bosen banget tidur di bandara, tapi apa daya uang lagi mepet 🙂 . Untung juga badan lagi capek, jadi begitu kepala nempel di bantal, langsung ngorok terbang lagi dalam mimpi ke Eropa 🙂 dan tahu tahu dibangunin udah subuh aja. Besok paginya seusai sarapan di Staff Canteen, kami berunding untuk mengisi waktu setengah hari di Singapura. Rencana saya pengen mengunjungi Henderson Wave, jembatan kayu terapik di Singapura. Tapi apa daya, ibu sudah kelihatan capek dan enggan kalau disuruh jalan dan naik-naik lagi. Saat itu suhu udara di Singapura memang lagi panas dan lembab sehingga benar-benar tidak mufakat kalau mau dipakai kegiatan outdoor. Akhirnya kami menyepakati usul ibu untuk menjalani kegiatan indoor yang paling disukainya yaitu belanja 🙂 .

Mustafa Centre Singapura

Dari berbagai tempat alternatif belanja yang saya tawarkan (mulai dari Ikea, Bugis sampai Orchard) ternyata ibu memilih tempat belanja murah meriah yaitu di Mustafa Centre. Kebetulan juga tempat ini buka 24 jam. Jadi seusai makan pagi dan nitip barang, kita langsung tancap kesana. Dari Changi Airport tempat ini bisa dicapai dengan menggunakan MRT jalur hijau (East West Line) arah Tuas Link, turun di stasiun Lavender disambung jalan kaki kurang lebih 1 km.

Mustafa Centre

Terletak di daerah Little India, tempat perbelanjaan ini selalu ramai baik oleh orang lokal maupun turis. Disamping harganya yang murah (untuk ukuran Singapura 🙂 ), disini juga tersedia berbagai jenis barang. Mulai souvenir, perhiasan, sampai barang kebutuhan pokok sehari hari bahkan money changer dan travel agenpun ada disini. Pokoknya apa aja, ada di Mustafa. Souvenir yang dijual disinipun tidak terbatas pada pernak pernik bertuliskan Singapura, tapi juga dari Inggris dan beberapa negara lain. Jadi kalau pulang dari Inggris dan transit di Singapura, bisa tuh beli oleh olehnya di Mustafa 🙂 .

Souvenir Inggris Di Mustafa

Salah satu keunggulan lain dari Mustafa yaitu buka 24 jam. Tempat ini satu satunya pusat perbelanjaan di Singapura yang buka non stop. Jadi mau belanja sambil nginap disini juga boleh 🙂 . Kalau capek belanja, bisa meluruskan kaki sambil makan-makan di rooftop restorannya yang juga buka 24 jam. Beda penampilan dengan departemen store dibawahnya yang terlihat sibuk, area restorannya begitu tenang dan nyaman terutama di hari-hari biasa dan bukan akhir minggu. Ada jembatan kayu, air mancur dan tanaman hijau di sekelilingnya. Restorannya sendiri dikelilingi kubah kaca sehingga terkesan luas dan lapang. Menu yang ditawarkan adalah makanan India dan kebab dengan harga berkisar antara 5 – 10 SGD.

Resto Kebab n Curries di Rooftoop Mustafa

Beberapa tips bila belanja di Mustafa antara lain : selalu ingat kalau disini semuanya fixed price jadi jangan coba coba ditawar, yang kedua pada hari-hari tertentu terutama weekend, tempat ini sangat padat pengunjung. Jadi berhati-hatilah dengan barang bawaan yang berharga. Saran terakhir jangan sampai tersesat karena tempat ini seperti labirin, banyak jalan-jalan kecil yang melingkar disana sini. Setelah puas belanja di Mustafa (ibu saya beli koper lagi disini jadi pulangnya sampai nambah ekstra bagasi 😦 ) , kami kembali ke Changi untuk menunggu pesawat menuju Surabaya.

Penutup

Setelah perjalanan pertama ke Eropa Barat pada tahun 2014, ternyata Allah masih memberi saya 2 kesempatan lagi untuk kembali ke benua ini. Dari ketiga rute yang pernah saya tempuh, ternyata rute pertama inilah yang paling banyak memakan biaya. Salah satu penyebabnya karena harga tiket pesawat. Pada perjalanan pertama ini, tiket pesawat saya beli dengan harga normal, sedangkan untuk dua perjalanan yang lain kebetulan saya dapat harga promo. Sebab yang kedua, penggunaan Eurail Pass. Di perjalanan pertama saya menggunakan Eurail Pass yang harganya hampir sama dengan harga tiket pesawat karena kota-kota tujuan masih berada dalam satu area dan tidak terpisah oleh lautan. Pada kedua perjalanan selanjutnya saya sama sekali tidak menggunakan pass karena kota-kota tujuan berjauhan satu dengan yang lain sehingga saya banyak menggunakan moda transportasi lain selain kereta api.

Kereta SNCF melintasi sebuah danau di Swiss (Photo by : gonomad.com)

Untuk soal makanan, setelah saya amati ternyata bawa makanan sendiri dari Indonesia dan tidak bawa makanan selisih biayanya tidak berbeda jauh. Dari tiga kali perjalanan, dua kali saya berangkat bersama ibu yang notabene rajin membawa rice cooker dan bahan makanan lain. Keuntungannya, kita tidak perlu repot lagi cari-cari makanan yang terjamin kehalalannya. Selain itu memang terasa nyaman, karena begitu masuk kamar setelah seharian jalan, tinggal nancapin rice cooker makanan hangatpun sudah tersedia walaupun dari hari ke hari menunya cuman nasi putih dan mie rebus 🙂 . Tapi itupun diimbangi dengan biaya yang meningkat karena kita harus membeli tambahan bagasi. Selain itu juga agak ribet karena jumlah koper yang kita bawa bertambah.

Salah satu restoran halal di Damrak

Di perjalanan terakhir kebetulan saya hanya pergi berdua bersama suami, jadi kita benar-benar tidak beli bagasi tambahan dan hanya mengandalkan jatah bagasi dari maskapai. Kebetulan saat itu, kami naik maskapai Low Cost dengan jatah bagasi 10 kg. Otomatis kita sama sekali tidak membawa makanan dari Indonesia. Keuntungannya : barang bawaan jadi ringan, tidak ribet dan menghemat waktu saat boarding dan saat keluar dari airport. Kelemahannya : kita jadi makan seadanya. Kalau tidak nemu makanan halal yah terpaksa makan roti aja. Kadang memang agak sedikit ngenes karena pengen makan mie instan aja jadi susah. Paling ingat saat menginap di Barcelona, Spanyol. Saat itu saya kepengen makan mie instan karena udah bosen makan makanan western dan timur tengah melulu. Cari supermarket yang jual mie instan aja susah. Akhirnya begitu nemu langsung beli 3 bungkus. Eh, sampai di hotel ternyata hotelnya tidak menyediakan dispenser. Jadilah mie instannya diseduh pakai air panas di kamar mandi 🙂 . Celakanya mie instannya tidak bisa matang karena airnya kurang panas. Jadilah akhirnya kita makan mie setengah matang sambil ngenes membayangkan mie instan idaman yang dilengkapi sawi, telur dan lombok pedas. Tapi untung aja kita nggak sakit perut karena makan mie yang tidak matang.

Daftar 10 Besar Maskapai Low Cost (Sumber OAG Schedules Analyser data)

Kalau soal rasisme, sepertinya negara-negara Eropa yang saya kunjungi di rute pertama ini (Belanda, Perancis, Jerman, Swiss) lebih rasis daripada negara-negara Eropa yang saya kunjungi pada rute berikutnya (Italia, Spanyol, Portugal, Yunani). Hal ini sebenarnya agak bertentangan dengan hasil penelitian Harvard University yang menyebutkan bahwa justru di Italia dan Portugal termasuk negara terasis di Eropa. Di Jerman dan Swiss, saya masih sering menerima tatapan sinis dari para penumpang kereta kelas 1 saat kita naik. Mereka seperti tidak percaya kalau wajah-wajah melayu seperti saya mampu beli tiket kereta kelas 1 di Eropa. Saya juga masih sering menjumpai orang yang tidak mau menjawab dengan bahasa Inggris saat kita bertanya. Jadi semisal kita bertanya arah dengan bahasa Inggris, mereka pasti menjawab dengan bahasa ibu entah memakai bahasa Jerman atau bahasa Perancis. Biasanya yang mau bersikap ramah dan menjawab dengan bahasa Inggris adalah orang-orang yang pernah berkunjung ke negara-negara Asia dan para imigran. Jadi berdasarkan pengalaman, kalau mau bertanya, saya cari aja warga imigran seperti orang India atau orang-orang timur tengah. Apalagi kalau sama sama berjilbab cuman bilang Assalamualaikum aja udah bisa dapat informasi lengkap plus kadang dikasih makanan juga 🙂 .

Peta Perilaku Rasial di Negara-Negara Eropa (Sumber : implicit.harvard.edu)

Terakhir adalah soal souvenir. Berdasarkan pengalaman beli souvenir di toko-toko dengan pemilik orang Cina, India, Banglades harganya lebih murah daripada toko-toko souvenir yang dimiliki orang bule. Yah dari segi kualitas memang beda. Suvenir dengan harga murah kebanyakan memang buatan cina walaupun di depannya tetap ada tulisan negara yang bersangkutan. Tapi tetap lumayanlah kalau untuk oleh-oleh daripada tidak bawa apa-apa sama sekali. Demikianlah akhir cerita perjalanan saya selama 19 hari menjelajah benua biru. Semoga yang saya tulis disini bermanfaat. Walaupun mungkin banyak informasi yang sudah tidak update tapi setidak-tidaknya bisa dijadikan dasar itinerary bagi siapa saja yang ingin menjelajah Eropa tanpa ikut tur. Sampai ketemu dan teruslah traveling selagi masih diberi rejeki dan kesempatan.

Biaya Hari Ke 18 & 19

 

 

 

 

 

 

Kronologi Waktu

 
7 Comments

Posted by on September 10, 2019 in Singapura

 

Tags: ,

7 responses to “Hari Ke 18 & 19 : Amsterdam – Abu Dhabi – Singapura – Surabaya (Mustafa Centre)

  1. Johanes

    September 10, 2019 at 10:15 pm

    Wah selamat kembali ke Surabaya dengan selamat Mbak Vicky, rasanya lega setelah membaca tuntas semuanya. Sungguh asyik menikmati perjalanan Mbak. Ayo mbak, nulis lagi tentang perjalanan ke duanya (Spanyol, Portugal ,Italia dan Yunani) .kalau boleh tau rute yang ke tiganya ke negara mana saja? Dan mengapa rute ini beli tiket non eurailpass? (Selain dipisahkan oleh lautan) .

     
    • Vicky Kurniawan

      November 11, 2019 at 7:23 pm

      Yang kedua jalurnya Turki, Italia sama Yunani. Yang ketiga baru Spanyol, Maroko dan Portugal. Yang dua rute ini nggak pakai Eurail Pass karena kalau dihitung hitung jatuhnya lebih murah kalau nggak pakai eurail pass.

       
  2. Allan Syamsul

    October 16, 2019 at 8:07 pm

    Alhamdulillah…tuntas juga tulisan ke eropa. Sampai narik napas stlh baca bagian Penutup, terutama indomie setengah matang. Ditunggu tulisan perjalanan selanjutnya ya mba. Tetap semangat.

     
    • Vicky Kurniawan

      November 11, 2019 at 7:57 pm

      Ha ha ha terima kasih mas Allan atas kesetiannya menunggu tulisan saya.

       
  3. Ibadah Mimpi

    November 17, 2019 at 1:23 am

    Wahh cerita perjalanannya seru banget mbak. Semoga suatu saat kami bisa mengikuti jejaknya. Semoga…

    Salam kenal dari kami Travel Blogger Ibadah Mimpi

     
    • Vicky Kurniawan

      November 29, 2019 at 3:42 am

      Wah terima kasih mas Dendy dan mas Redha sudah mau mampir kesini. Websitenya ibadah mimpi tampilannya keren, nggak seperti blogku yang kuno ini ha ha ha. Semangat terus nulis dan traveling yah. Sukses untuk kalian berdua.

       
  4. Hayatun

    May 6, 2020 at 9:26 am

    Deskriptif dan detail, saat membaca saya sampai serasa diajak jalan-jalan ke negara di eropa hingga Singapore. Tips tentang membawa makanan sendiri atau tidak, pembelian souvenir juga sangat membantu orang-orang yang ingin melakukan perjalanan serupa. Dan pesan terkahir yang sangat mengena ialah ” teruslah traveling selagi masih diberi rejeki dan kesempatan” setuju dengan prinsip ini. Thanks.

     

Leave a comment