Oleh : Vicky Kurniawan
Pagi pagi sudah nongkrong di balkon kamar hotel. Sambil sarapan, iseng iseng ngelihat dua orang yang lagi tidur nyenyak di trotoar jalan depan stasiun Gare de l’East. Melihat dari gaya tidurnya yang sembarangan terlihat kalau mereka sebenarnya bukan gelandangan profesional tapi orang mabuk yang ketiduran di jalan. Tiba-tiba tanpa diduga, salah satu dari kedua orang itu bangun dan kencing di tempat yang ditidurinya tadi. Otomatis air kencingnya memercik mercik ke wajah temannya yang sedang tidur. Akhirnya terbangunlah temannya itu. Pasti marah nih!, pikir saya. Tapi di luar dugaan ternyata temannya tidak marah malah kencing bareng di trotoar itu. Setelahnya mereka pergi bareng sambil berangkulan mungkin masih puyeng akibat mabuk semalaman. Benar-benar pemandangan yang aneh. Tidak mengherankan kalau jalan-jalan di sekitar stasiun Gare de l’East berbau pesing mungkin karena banyak orang mabuk yang kencing sembarangan seperti mereka. Inilah salah satu sisi lain dari Paris yang mungkin tidak banyak orang tahu.
Perjalanan kereta Paris – Luxembourg
Kereta ke Luxembourg akan berangkat pada pukul 8.15. Tapi demi ketenangan hati sejam sebelumnya kami sudah berangkat walaupun diperlukan kurang dari 5 menit untuk jalan kaki dari hotel ke stasiun. Walaupun sudah reservasi jauh jauh hari, kami masih tidak kebagian kereta langsung ke Luxembourg. Jadi dari Paris kami naik kereta cepat ke kota kecil bernama Nancy kemudian dari situ lanjut dengan kereta lain menuju Luxembourg. Yang masuk reservasi hanya kereta cepat menuju Nancy, selanjutnya kereta dari Nancy menuju Luxembourg tidak diperlukan reservasi. Rute perjalanan dari Paris – Luxemborg dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Ingat nomor dan jenis kereta dapat berubah sesuai tanggal dan jam keberangkatan tapi pada intinya destinasi yang dituju adalah sama. Jadi jangan lupa cek ulang di Google Map atau Eurail Timetable. Perjalanan kereta dari Paris ke Luxembourg ini memakan waktu kurang lebih 3,5 jam.
Akomodasi Di Luxembourg
Luxembourg hanya punya satu stasiun utama yaitu Gare de Luxembourg yang menjadi tempat pemberhentian akhir kereta domestik dan internasional. Ini memudahkan saya memilih lokasi penginapan yang strategis. Sayangnya akomodasi yang dekat dengan stasiun ini terbilang cukup mahal. Akhirnya pilihan jatuh kepada Hotel Empire yang berjarak hanya 150 meter dari stasiun. Saking dekatnya begitu keluar langsung ci luk ba..hotelnya udah langsung terlihat di depan stasiun. Peta jalan kaki dari stasiun Gare de Luxembourg ke hotel dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Hotel Empire saya pesan melalui website Booking.com. dengan harga E 112 untuk Triple Room atau sekitar E 38 per orang per malam sudah termasuk sarapan pagi. Tidak sia – sia hotel ini dapat rating bagus di Trip Advisor karena banyak sekali keunggulannya dibanding kelemahannya. Salah satu nilai tambahnya adalah lokasinya yang dekat sekali dengan stasiun dan halte bis. Kamarnya juga sangat luas dan bersih. Sayangnya cuman satu, hotel ini jauh dari supermarket, warung atau restoran. Jadi kalau mau cari makan mesti jalan agak jauh.
Luxembourg Card
Walaupun kunjungan kami ke Luxembourg terbilang singkat yaitu sekitar setengah hari, saya tetap membeli Luxembourg Card dengan durasi 1 hari. Dengan kartu ini saya bebas menggunakan berbagai moda transportasi seperti kereta dan bis yang tercakup dalam area Luxembourg serta bebas masuk ke 60 museum dan berbagai atraksi di area ini.
Saya membeli Luxembourg Card One Day untuk 2-5 orang karena harganya lebih murah daripada beli untuk per satu orang. Dengan harga E 28, saya harus memanfaatkannya semaksimal mungkin. Jadi sebelumnya saya pelajari dulu brosur brosurnya di rumah dan saya pilih kira kira atraksi mana yang paling mahal. Akhirnya pilihan jatuh pada kota Vianden. Disini kita bisa naik Vianden Chairlift dan mengeksplore berbagai atraksi di kota itu. Maka usai membeli kartu jadilah kami berangkat ke kota Vianden. Website resmi Luxembourg Card dapat dilihat disini.
Vianden
Berjarak sekitar 47 km di sebelah utara kota Luxembourg, kota ini dapat dicapai dengan menggunakan kereta ke Ettelbruck disambung bis ke Vianden. Perjalanannya sendiri memakan waktu kurang lebih 1,5 jam. Letak kota Vianden dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Sedangkan rute transportasi dari Luxembourg ke Vianden dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Selain menggunakan Eurail Pass, pada saat naik kereta RB menuju Ettelbruck kita juga dapat menggunakan kartu Luxembourg Card. Dari Ettelbruck Gare kita bisa naik bis jurusan Stolzembourg – Akescht bila ingin ke Vianden. Jadwal bis 570 dapat dilihat disini.
Walaupun hanya berbentuk kota kecil dengan satu jalan utama, sejak abad pertengahan kota ini menjadi salah satu kota wisata yang menarik banyak wisatawan khususnya dari Belanda, Belgia dan Jerman. Beberapa tempat wisata yang kita kunjungi disini antara lain :
Vianden Chairlift
Terus terang yang menjadi daya tarik utama saya mengunjungi kota kecil ini adalah mencoba naik Chairliftnya. Lihat foto-foto di website sepertinya asyik naik kursi yang diderek naik sampai 400 meter keatas bukit. Untuk menuju tempat ini, dari halte bis 570 di Vianden Breck, kita jalan kaki kurang lebih 400 meter menuju stasiun bawah Tourist Information Le Telesiege. Peta dari Halte bis menuju stasiun Vianden Chairlift dapat dilihat pada gambar berikut :
Kalau agak kesulitan menentukan arah, saat turun dari bis lihat saja arah kabel Chairlift yang melintang di atas jalan. Pasti tidak akan kesasar.
Sesampai di stasiun bawah Telesiege, kita segera antri untuk naik. Cukup menunjukkan kartu Luxembourg Card kita bisa naik gratis sampai keatas. Kalau susah menemukan tempat ini persis di sebelah stasiun ada restoran “Hot Stone Chalet” yang bisa dijadikan patokan.
Pertama kali naik kursi gantung ini rasanya ngeri-ngeri sedap. Sebab utamanya karena kaki kita dibiarkan menggantung terayun ayun persis seperti kursi untuk orang yang akan main ski. Tapi semakin keatas pemandangannya semakin bagus serasa kita terbang diatas kota.
Mendekati puncak, kita harus mulai bersiap-siap untuk turun karena kursi ini tidak akan berhenti diam. Kursi hanya melambat sepersekian detik untuk memberi kesempatan penumpang turun. Saya cukup deg-deg an juga karena kuatir ibu tidak bisa bergerak cepat. Tapi alhamdulillah, ibu bisa turun dengan cepat mungkin karena terdorong rasa takut juga 🙂 .
Di puncak stasiun Chairlift ada restoran yang menyediakan berbagai macam makanan. Jadi sambil melihat-lihat pemandangan kota Vianden dari atas kita bisa makan dan minum. Tapi karena ragu akan kehalalannya kita hanya makan kentang goreng dan es krim saja.
Cukup lama kita nongkrong disini, sebelum memutuskan untuk mengunjungi Chateau de Vianden yang berjarak sekitar 400 meter dari situ.
Chateau de Vianden
Dari terminal atas Chairlift ada jalan setapak melewati hutan yang menjadi jalan pintas menuju kastil. Sebenarnya itu bukan satu-satunya jalan karena jalan utama ke kastil bisa diakses juga melalui jalan raya. Kalau dari pemberhentian bis Vianden Beck, kastil ini bisa dicapai dengan jalan kaki kurang lebih 850 meter. Jadi mumpung dekat dengan terminal atas chairlift, maka kami memutuskan jalan kaki dari sini saja yang notabene lebih dekat daripada lewat bawah.
Rencananya kami akan berjalan menembus hutan menuju kastil dan selanjutnya kembali ke kota dengan berjalan kaki melewati jalan raya. Jalur jalan yang melewati hutan masih berupa jalan tanah dengan rute menurun. Kondisinya cukup rindang karena di kiri kanan jalan masih berupa hutan. Setelah berjalan kurang lebih 15 menit akhirnya sampailah kita di kastil Vianden.

Kondisi jalannya (Photo by : travelwithkat.com)
Bila tiba di kota Vianden, mata kita akan langsung tertuju pada kastil ini. Terletak tepat di puncak bukit, kastil ini seolah olah sebuah istana kecil yang merajai penduduk kota dibawahnya. Dibangun pada abad ke 10, kastil bergaya romawi ini merupakan kastil berbenteng terbesar di sebelah barat sungai Rhine. Keberadaannya menjadikan Vianden kota terkemuka pada abad pertengahan. Disamping kastil ini, kota Vianden juga terkenal akan keahlian penduduknya pada seni kerajinan dan penyamakan kulit. Sayangnya pada abad ke 18, kastil ini dijual oleh pemiliknya dan oleh pemilik yang baru, kastil ini dijual kembali dalam bentuk pretelan. Mulai dari genting, panel kayu, pintu dan jendela bahkan keramiknya dijual satu persatu sehingga lama kelamaan kastil ini menjadi reruntuhan.
Untung saja beberapa tahun kemudian ada usaha untuk membeli kastil itu kembali dan mulailah diadakan renovasi sedikit demi sedikit yang akhirnya selesai pada tahun 1990. Saat masuk kedalam kastil, pengunjung akan ditunjukkan sekitar 20 kamar bersejarah dalam kastil. Beberapa ruangan (termasuk dapurnya) sudah ditata ulang sehingga dapat memberikan gambaran kemegahan kastil pada abad pertengahan. Beberapa ruangan yang dapat dikunjungi antara lain kapel, Knight’s hall, Byzantine Gallery, arms room dan genealogy room, dimana terdapat sejarah dan asal usul pemilik kastil.
Setelah puas melihat-lihat isi kastil kami mulai berjalan menuruni bukit menuju kota. Secara keseluruhan kunjungan ke dalam istana ini cukup menyenangkan. Apalagi mengingat tiket masuknya yang gratis bila menggunakan Luxembourg Card.
La Maison De Victor Hugo
Turun kembali ke kota, kami berjalan kaki menuju tujuan berikutnya yaitu rumah seorang novelis, pujangga dan penulis Perancis terkenal, Victor Hugo. Penulis dari novel terkenal Les Miserables dan The Hunchback of Notredame ini memang pernah beberapa kali tinggal dan mengunjungi Vianden selama 19 tahun masa pembuangannya dari Perancis. Peta jalan kaki dari Castle Vianden ke rumah ini dapat dilihat pada gambar berikut :
Kini rumah yang dulu menjadi tempat tinggal Victor Hugo ketika mengunjungi Vianden dijadikan museum. Bangunan tiga lantai ini menyimpan beberapa manuskrip dan gambar-gambar hasil karyanya. Selain itu di dalam museum ini juga terdapat beberapa perabot yang dipakai oleh penulis ini semasa hidupnya. Kalau isi museumnya sih menurut saya biasa biasa. Yang luar biasa itu pemandangan dari dalam rumah ini sendiri. Pantas saja Victor Hugo kerasan disini karena dari dalam jendela kamarnya bisa terlihat hutan dan kastil Vianden nun jauh diatas. Selain itu tepat dibawahnya dia bisa melihat jalan, sungai, jembatan dan kegiatan sehari-hari para tetangganya. Tiket masuk ke museum ini gratis bila menggunakan Luxembourg Card.

Bagian depan Victor Hugo Museum Vianden (Kiri), Bagian dalamnya (kiri atas) dan pemandangan kota Vianden (Kanan bawah)
Dari Museum Victor Hugo ini sebenarnya ada satu atraksi lagi yang ingin saya coba yaitu Tour Benni, salah satu Sightseeing Train yang berkeliling di kota Vianden. Kereta api kecil ini akan membawa pengunjung menyusuri sudut-sudut kota Vianden. Start awalnya di Victor Hugo Bridge dan beroperasi pada bulan Mei, Juli dan Agustus mulai pukul 11 siang. Atraksi ini gratis bila menggunakan Luxembourg Card. Sayangnya saat saya kesana, keretanya sedang tidak beroperasi karena sedang dalam masa perbaikan. Akhirnya kami memutuskan kembali ke Luxembourg dan mengakhiri kunjungan ke Vianden
Luxembourg Old Town
Dari Vianden kami kembali ke Luxembourg menggunakan moda transportasi yang sama yaitu naik bis no. 570 jurusan Ettelbruck turun di stasiun yang kemudian disambung kereta RB menuju Luxembourg. Sesampai di kota kami sempatkan mampir ke hotel untuk sholat dan makan karena di Vianden kami tidak menemukan makanan halal. Selepas istirahat kami berdua memutuskan untuk mengeskplore kota Luxembourg sedangkan ibu yang sudah kelelahan ingin istirahat di hotel saja. Untuk menuju Luxembourg Old Town kita dapat naik bis dari terminal Luxembourg Central Station. Dari sini banyak sekali bis yang melewati area Old Town. Salah satu jalur yang melewati area itu adalah bis no. 18. Jadi rute transportasi dari hotel Empire ke Luxembourg Old Town dapat dilihat pada gambar berikut ini :
Luxembourg ini boleh dibilang kecil kecil cabe rawit. Walaupun masuk dalam salah satu jajaran negara terkecil di Eropa, Luxembourg bersama sama dengan Brussel dan Strasbourg menjadi satu dari tiga ibukota resmi Uni Eropa. Di negara ini juga terdapat European Court of Justice, pengadilan tertinggi dalam EU. Selain sebagai salah satu pendiri EU, Luxembourg juga pendiri dari PBB, NATO dan Benelux. Budaya, orang-orang dan bahasanya menjadikan negara ini perpaduan yang unik antara Perancis dan Jerman. Bahasa resminya saja ada 3 yaitu Luxembourgish, Perancis dan Jerman. Pencapaian lainnya adalah masuk dalam jajaran pendapatan GDP per kapita tertinggi di dunia dimana pemegang paspornya bebas visa ke 172 negara sehingga menjadikannya setara dengan Swiss dan Kanada.
Salah satu yang menjadikannya terkenal adalah kota berbenteng di ibukotanya Luxembourg City. Pelestariannya yang bagus menjadikan Old Town dan kota berbentengnya masuk dalam daftar Unesco World Heritage Site. Dulunya the City of Luxembourg hanya berupa benteng kecil saja. Namun pada abad ke 12 sampai 15 dibangunlah tembok untuk melindungi benteng dan pemukiman penduduk di dekatnya. Sayangnya sehubungan dengan perkembangan politik di Eropa, sebagian temboknya telah diruntuhkan dan hanya menyisakan beberapa gerbang dan sisa sisa benteng. Namun kota ini masih mempertahankan layout jalan dan banyak bangunan penting dari abad ke 10 yang masih bisa dilihat dan dikagumi kekunoannya.

Salah satu sudut Old Town Luxembourg (Photo by : jamienoelle)
Sayangnya dengan keterbatasan waktu hanya beberapa tempat di Old City yang bisa saya kunjungi. Walking tour di Luxembourg Old Town ini kami mulai dari Place d’Armes sebagai tempat yang paling dekat dengan halte bis Hamilius. Selain Place d’Armes beberapa tempat yang sempat saya kunjungi antara lain :Place Guilaume II, Palais Grand Ducal, Monument of Grand Duchess Charlotte, Cathedrale Notre Dame, Casemates de la Petrusse dan Monument du Souvenir. Peta walking tour old town dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Dari halte bis Hamilius kami berjalan kurang lebih 400 meter menuju Place d’Armes salah satu alun-alun di Luxembourg Old Town. Saat berjalan menuju tempat ini kami melewati Dick-Lentz Monument. Monumen ini dibangun untuk mengenang kedua orang pengarang lagu kebangsaan Luxembourg. Keseluruhan monumen dihiasi oleh simbol-simbol penting kota Luxembourg. Di puncak monumennya terdapat patung singa yang merupakan simbol kota Luxembourg. Dibawahnya terdapat patung blacksmith yang mencerminkan keunggulan Luxembourg dalam bidang industri baja, sedangkan di pilarnya tertulis motto Luxembourgers “We want to remain what we are”. Place d’Armes sendiri sebenarnya seperti alun-alun biasa yang dikelilingi banyak cafe dan restoran. Saat musim panas biasanya ada band yang main di bandstandnya dan flea market juga dibuka disini setiap sabtu minggu ke dua dan keempat tiap bulan.
Dari Place d’Armes kami berjalan menuju alun alun satu lagi yang cukup terkenal yaitu Place Guilaume II. Sama seperti Place d’Armes, di alun-alun ini sering digelar acara musik yang sifatnya open air dan gratis. Place Guillaume II bahkan punya agenda konser Rock tahunan disini yang diberi nama Rock um Knuedler Rock Concert. Alun-alun ini memang dikenal juga sebagai Knuedler yang berasal dari bahasa Luxembourgish “de Knued” yang artinya “knot”, seperti tali pengikat sabuk para biarawan Franciscan yang dulunya tinggal di biara yang berlokasi di sini. Sayangnya biara itu diruntuhkan dan bahan bangunannya di jadikan balai kota yang terletak diujung alun-alun.
Selain Town Hall di alun-alun ini juga terdapat patung pria sedang menunggang kuda. Dia adalah Guillaume II, King of the Netherlands dan Grand Duke of Luxembourg yang namanya didedikasikan sebagai nama alun-alun ini. Guillaume II memerintah selama 9 tahun dan dialah yang membentuk parlemen pertama di Luxembourg. Parlemen yang dinilai paling liberal di Eropa pada saat itu. Karena Guillaume II juga menjadi the king of the Netherlands, maka kita bisa menjumpai patung serupa di Hague Belanda sana.
Melintasi Place Guillame II, kami berjalan menuju Palais Grand Ducal yang menjadi tempat kediaman resmi dan kantor Grand Duke of Luxembourg. Jadi disinilah biasanya tamu kenegaraan disambut dan diterima. Pada mulanya tempat ini dijadikan city hall sebelum berubah fungsi menjadi tempat kediaman resmi. Sayangnya pada masa Adolf Hittler berkuasa, istana ini berubah fungsi menjadi Concert Hall dan tempat minum-minum. Saat itu banyak koleksi istana seperti perabotan, lukisan dan perhiasan yang hilang. Untung saja pada saat penguasa Luxembourg kembali dari pengungsian istana ini dikembalikan lagi fungsinnya menjadi Grand Ducal Court. Istana indah ini tampaknya menarik untuk dikunjungi. Sayangnya tour resmi hanya dibuka pertengahan Juli sampai September. Tiket masuknya 10 Euro yang dijual di Luxembourg City Tourist Office (Place Guillame II).
Dari Palais Grand Ducal, kami berjalan menuju Monument of Grand Duchess Charlotte, satu lagi alun-alun yang ditengahnya terdapat patung salah satu penguasa Luxembourg yang paling terkenal yaitu Grand Duchess Charlotte. Dia menjadi begitu terkenal karena usahanya merebut kembali Luxembourg dari kekuasaan Jerman (Nazi saat itu) dengan memperkuat aliansinya dengan negara-negara lain. Setelah perang dia juga berjasa memperkuat posisi Luxembourg dalam percaturan Internasional.
Setelah berfoto sejenak di tempat ini, kami meneruskan perjalanan menuju Cathedrale Notre Dame. Seperti kita ketahui banyak sekali gereja Notre Dame di dunia, walaupun yang paling terkenal adalah Notre Dame of Paris. Cathedrale Notre Dame Luxembourg ini bergaya gotik walaupun ada beberapa sentuhan Renaissance di beberapa elemen interiornya. Yang membuat gereja ini terkenal karena di ruang bawah tanahnya dikuburkan para Count, dan Grand Duchess Luxembourg diantaranya Grand Duchess Charlotte.
Sebagai salah satu kota dengan posisi paling strategis di Eropa, City of Luxembourg berusaha melindungi kotanya dengan membangun benteng pertahanan di sekelilingnya. Benteng yang terus diperkuat dari tahun ke tahun menjadikannya kota berbenteng terbesar dan termodern di Eropa pada masa itu. Sisa-sisa kemegahan benteng Luxembourg dapat dilihat di dua tempat yaitu Casemates Du Bock dan Casemates de la Petrusse. Nah yang paling dekat posisinya dengan Cathedrale Notre Dame adalah Casemates de la Petrusse. Sayangnya benteng ini tutup pada saat kami sampai kesini. Pada dasarnya Casemates de La Petrusse merupakan sebuah terowongan dengan lubang-lubang di dinding yang berfungsi sebagai tempat tembak meriam. Bila melihat foto-fotonya seperti kita berjalan menyusuri ruang bawah tanah kota Luxembourg. Bagian dalam Casemates de la Petrusse dapat dilihat pada liputan blog Katekizi berikut.

Bagian Dalam Casemates De La Petrusse (Photo by : visitluxembourg.com)
Dari Casemates de La Petrusse, kami mengakhiri walking tour Old Town Luxembourg di Monument du Souvenir atau dikenal juga sebagai Monument of Remembrance. Monumen ini dibangun untuk mengenang ribuan warga Luxembourg yang menjadi sukarelawan dalam perang Dunia I dan II. Berbentuk sebuah obelisk di puncaknya terdapat patung perunggu bersepuh emas yang menggambarkan Dewi Kemenangan. Patung inilah yang menjadikan Monument du Souvenir dikenal juga sebagai Gelle Fra atau Golden Lady. Menariknya lagi, Gelle Fra pernah diturunkan dari monumen untuk dipamerkan di Expo 2010 di Shanghai sebagai penghias pintu masuk Luxembourg pavilion.
Tanpa terasa jam sudah menunjukkan pukul 9 malam ketika kita berjalan kembali ke pemberhentian bis Hamilius dan naik bis untuk kembali ke hotel. Secara keseluruhan Luxembourg adalah kota kecil yang cantik dan sebenarnya sangat berharga bila dikunjungi lebih dari sehari. Tapi apa daya besok kami harus melanjutkan perjalanan ke Brussel. Bila ada waktu ingin rasanya menghabiskan semua atraksi yang free dalam Luxembourg Card. Someday, maybe I will back dan mengeskplore negara Luxembourg lebih lama lagi.
Biaya Hari Ke 15
catatan : biaya diatas merupakan rincian untuk satu orang
Kronologi Waktu
asambackpacker01
January 26, 2018 at 9:57 pm
Terlihat sangat bersih ya mbak negara Luxembourg. Nice pictures
nizarsolikhin
January 27, 2018 at 5:21 am
keren bangeet mbak…itenary nya sangat jelas dan detail sekali..bisa buat acuan klo may ke sana.😊😊😊😊
Vicky Kurniawan
February 6, 2018 at 5:29 am
He he he semoga lancar perjalanannya ya mas.
FRD
February 21, 2018 at 8:47 pm
Postingan Mbak Vicky itu ibarat one stop shop. Itinnya sangat jelas dan detail. Pas dibaca, saya seperti mengalami sendiri #lebay. Saya waktu mau ke Jepang sangat terbantu dengan blog Mbak Vicky. Saya menanti-nanti kelanjutan dari perjalanan Mbak Vicky di Eropa. Semangat ya, Mbak!! Ibarat baca novel, rasanya masih menggantung.. (>.<)
Vicky Kurniawan
February 23, 2018 at 8:12 pm
Ha ha iya nih. Nggak sempat nulis lagi. Padahal masih banyak perjalanan yang belum ditulis 😦
mila
February 22, 2018 at 9:56 am
aaahh pariisss.. kapan aku kesana 😦
Vicky Kurniawan
February 23, 2018 at 8:13 pm
Milaaaa kangennnn. Lama aku nggak sempat blog walking. 😦
openpittours
July 14, 2018 at 12:14 am
Artikelnya keren, lengkap banget, berisi banget, happy traveling
eti
June 8, 2018 at 12:56 pm
lengkap dan sangat menarik mbak, ditunggu kelanjutan hari ke 16-19 nya
Vicky Kurniawan
July 21, 2018 at 5:33 pm
Terima kasih sudah mampir kesini ya mbak Eti. Sayang sekarang saya tidak punya banyak waktu lagi untuk menulis 😦
Yogi Marsahala
August 8, 2018 at 2:11 pm
Luxemburg, negara monarki kecil yang terkenal dengan lembaga keuangan dan perbankannya
Ydewi
September 18, 2018 at 6:40 pm
Laporan perjalanannya bermanfaat bgt buat modal awal saya jalan2 ke Lux. Big thanks mba
Vicky Kurniawan
January 17, 2019 at 7:13 pm
Sama sama mbak Dewi
ibadahmimpi.com
January 1, 2019 at 1:54 pm
wahhh keren banget. saya jadi kepengen pake banget kesana
Rachmad tri
January 21, 2019 at 10:40 am
Sip bgt! Kapan2 diajak gabung dong
Vicky Kurniawan
January 21, 2019 at 7:22 pm
Ha ha ha wahhh blogger juga ternyata. Terima kasih udah mampir kesini ya